2 Orang Yang Menginspirasi : Orang Tua Anak Jalanan & Anak Tukang Becak Menjadi Dokter UGM

Share this history on :
Sahabat, jumpa kembali dalam nuansa penuh kebahagiaan dan semangat berbagi.

Setiap insan pasti mengharapkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan keluarga. Namun, ada seorang inspiratif yang merasa tidak cukup kebahagiaan baginya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi Pengasuh dari anak-anak jalanan di Depok. Ia adalah Nurrohim.

Sosok kedua anak seorang Agung Bakhtiyar yang tahun ini lulus dari Kedokteran UGM Jogja. Yang mengesankan adalah semangat berjuang selama kuliah meskipun Ayah beliau berprofesi sebagai tukang becak dan ibunda sebagai sebagai penjual botol bekas. Hampir menitikkan air mata membaca kisah hidup ini.


1. Nurrohim > Orang Tua Anak Jalanan


Mas Nurrohim adalah sosok pemuda kelahiran Tegal, 3 Juli 1971. Sebuah perjuangan yang luar biasa, sejak tahun 2000, ribuan anak jalanan bisa sekolah gratis. Sekolahnya bukan di gedung sekolah tetapi di tengah terminal, bahkan di dalam bus yang sedang parkir menunggu antrian. Terbayangkan gimana perjuangannya, sahabat?

Komunitas yang dipimpinnya memiliki nama yang unik, yaitu Master  alias Masjid Terminal. Nama ini terinspirasi karena  anak-anak jalananan tersebut sering berkumpul untuk belajar di masjid terminal. Selain sebagai identitas, ia juga ingin mereka “bersekolah” sambil mengenal masjid. Anda bisa menjumpai mereka di kawasan terminal di daerah Sukmajaya Depok.

Seperti yang ditulis Kang Jamil Azzaini , paket pendidikan untuk anak-anak jalanan ini, atau mereka dengan bangga menyebut dirinya “romusa” alias rombongan muka susah, ada yang formal dan non-formal. Saat ini, siswa yang mengikuti sekolah formal berjumlah 700 orang dan  yang non-formal sekitar 1300.

Hebatnya, ketika mereka tertangkap razia di jalan, Nurrohim akan berusaha membebaskannya. Jika tak bisa dibebaskan sementara ujian sekolah tiba Nurrohim akan membawa soal ujian ke tempat mereka ditahan. Tekadnya, tak boleh ada anak jalanan khususnya di Depok yang putus sekolah.

Enterpreneurship juga dikembangkan dalam konsep ini. Dalam rangka membiayai pendidikan yang semakin meningkat, Nurrohim mendirikan unit usaha yang bergerak di bidang percetakan, bengkel, jasa terampil perbaikan instalasi air dan listrik, serta penyalur alat-alat perkantoran. Unit usaha ini juga menjadi sarana penyaluran kerja bagi anak-anak jalanan yang sudah lulus pelatihan (pendidikan non-formal).

Rasanya kita harus malu dan banyak belajar dari lelaki yang kini dikarunia 4 orang anak ini. Saat sebagian besar dari kita berlomba mengejar mobil dan rumah mewah, Nurrohim malah “mengejar” anak-anak jalanan untuk dididik dan dibekali ilmu agar mereka mampu memutus sendiri rantai kemiskinannya.

Negara juga mestinya malu kepada Nurrohim. Negara yang seharusnya memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar malah lebih sering “menertibkan” dan merazia mereka. Sementara itu, pada  saat bersamaan Nurrohim tampil menjadi orang tua sekaligus guru yang mengayomi mereka.


2. Agung Bakhtiyar, Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM


Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51.

Seperti yang ditulis Mbak Mashita, Agung mengaku sebenarnya dia tidak ingin melanjutkan kuliah karena melihat kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Ayahnya, Suyatno, hanya seorang tukang becak yang penghasilannya tidak tetap dan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sedangkan ibunya, Saniya, saat itu (2005)  berjualan botol bekas.

Meski begitu, orang tua Agung  menginginkan bungsu dari empat bersaudara itu melanjutkan kuliah hingga lulus, tidak seperti tiga kakaknya yang hanya lulus SMA.

Untuk menunjang kuliah, Agung sempat ’’nodong’’ orang tuanya untuk dibelikan komputer dan ternyata dikabulkan. ’’Saya sungguh terharu dengan orang tua saya yang berkomitmen mendukung saya kuliah,” katanya.

Hambatan terus menghadang Agung ketika menjalani perkuliahan. Yang paling tampak mengenai gaya hidup mahasiswa Fakultas Kedokteran yang kebanyakan dari kalangan the have dan glamor. Mulai gaya berpakaian, kendaraan, hingga peralatan pendukung perkuliahan lainnya. Orang tuanya sempat khawatir dengan kondisi psikologis Agung menghadapi teman-temannya yang serba berkecukupan. ’’Tapi saya meyakinkan orang tua untuk tidak perlu khawatir,” tuturnya

Alumnus SMPN 5 Jogja itu berupaya untuk bisa menekan ’’biaya kuliah’’ hingga seminim mungkin. Beberapa cara yang dilakukan dengan memfoto-copy materi kuliah, men-download referensi di internet atau meminjam buku-buku ke senior. Dalam pergaulan Agung juga tidak minder bila temannya mengajak dia untuk nongkrong di tempat-tempat gaul.

’’Teman-teman saya baik-baik semua. Mereka tahu dengan kondisi saya,’’ ujar Agung yang mulai mendapatkan beasiswa dari UGM pada tahun ketiga kuliahnya

Salah satu yang memudahkan dia berbaur dengan teman-teman kampus adalah sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang membagi mahasiswa dalam kelompok-kelompok  belajar. Dari sana, teman-temannya mengetahui bahwa Agung berasal dari kalangan kurang mampu. Mereka juga tidak memandang sebelah mata atas kondisi Agung itu. ’’Mereka paham dan bahkan saya sering meminjam laptop teman-teman ke rumah,” katanya terkekeh

Kini, setelah diwisuda menjadi dokter, dia mengaku lega sekaligus tertantang untuk bisa mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. ’’Saya harus bisa membantu ibu agar usaha jualan barang rongsok itu berkembang dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga,” katanya.

0 kometar:

Posting Komentar

© 2009 - ALL IN ONE | Design: Choen | Pagenav: Abu Farhan Top
Kembali lagi ke atas